Selasa, 27 November 2012

Keterampilan Berbicara



Mata Kuliah : Ketrampilan Berbicara
Pokok Bahasan : PENAMPILAN KETRAMPILAN BERBICARA

PEMBAHASAN

Ketrampilan berbicara di muka umum  atau Public Speaking Skill dewasa
ini merupakan suatu kecakapan  yang bernilai luar biasa.  Jika anda
pernah mendengar  ungkapan  yang berbunyi: "Kejujuran adalah mata
uang yang berlaku dimana-mana", maka  tak berlebihan bila ada juga
ungkapan yang menyebut "Kecakapan berbicara merupakan mata uang yang
berlaku dimana-mana".  Public Speaking merupakan basic skill yang
terlalu penting untuk diabaikan begitu saja.
Dalam derasnya arus informasi yang sangat dahsyat  saat ini, dunia
komunikasi  memegang peran dominan dalam aspek  kehidupan manusia.
Dalam buku larisnya MEGATRENDS, yang diterbitkan 26 tahun lalu, John
Naisbitt sudah  memprediksikan  dengan sangat tajam  mengenai hal ini.
Transisi dari era industrialisasi ke era informasi akan mengalami
booming yang luar biasa. Dan itu memang benar terjadi kini. Hal tersebut
sudah diraba Naisbitt  pada tahun 1956 dan 1957, dimana masa-masa itu
merupakan  tahun emas dalam  sejarah industri Amerika  yang sangat
produktif, dibawah kepemimpinan  Dwight D. Eisenhower, presiden AS ke 34
yang memerintah 1953 – 1961. Dan berikutnya Amerika mulai menapaki
era baru,  yakni revolusi bsar dalam globalisasi  dan informasi.

Kemudian menyusul  boomingnya  dunia informasi tersebut, kitapun
mengenal  pula banyak sekali pekerjaan atau profesi-profesi  prestisius
yang mengandalkna pemahaman  akan wawasan  informasi serrta kemampuan
mentransfer informasi  itu lewat public speaking.  Ada motivator, ada
orator,  ada speech consultant, ada communication trainer, ada
presenter, ada news reader, ada radio announcer, dan masih banyak lagi.
Modal utama deretan profesi bergengsi itu hanya satu:  BERBICARA !!  Dan
tak sedikit muncul  milyarder-milyarder dunia dari profesi ini.
Keajaiban kata-kata mulai memainkan perannya dengan sangat luar biasa
lewat penyampaian  seorang  public speaker.


Apa yang dimaksud Public Speaking ?
Public Speaking adalah seluruh aktivitas komunikasi  dengan cara berbicara  atau menyampaikan  suatu pesan  dihadapan orang banyak.
Secara umum dikenal sebagai  pidato atau ceramah.
Namun Public Speaking bukanlah ilmu semata-mata, melainkan juga SENI.
Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan   untuk melakukan  aktivitas
berbicara di depan  umum ini. Hal itu adalah: Body Language (Bahasa
tubuh dan gesture), Voice tone (Nada Suara),  Vocal Expression (Gaya
Bicara), dan  Material (Materi atau bahan  yang akan disampaikan).
Mengapa tak semua orang bisa menguasai Public Speaking atau memiliki kemampuan Berbicara di depan Umum ?
Memang banyak hambatan yang umumnya dihadapi seseorang  dalam melakukan aktivitas  Berbicara di depan umum. Beberapa diantaranya adalah:
·        Rasa Tak Percaya Diri.
·        Rasa Takut.
·        Rasa Malu.
·        Minimnya Pengetahuan atau wawasan.
Hal-hal diatas biasa dikenal dengan istilah  "Speech anxiety",
yang gejala-gejalanya meliputi  hal-hal sebagai berikut:
v  Telapak tangan dingin atau berkeringat.
(sweaty palms)
v  Wajah memerah. (Facial flushes)
v  Mata berair. (watery eyes).
v  Mulut kering. (Dry mouth)
v  Detak jantung lebih cepat. (Wild heartbeat)
v  Nafas tersengal. (shortness of breath)
v  Lupa hal yang akan dibicarakan. (memory lapses)
v  Tubuh gemetar. (quivered body)

Sesungguhnya anda dan semua orang  yang bisa bicara punya potensi  besar
untuk  bisa memiliki  kemampuan berbicara  di depan umum, asalkan anda
tidak  terlalu memberi banyak  beban pada diri anda sendiri.
Rasa grogi, malu  atau kecemasan-kecemasan lain  yang sifatnya
psikologis, merupakan hal yang wajar.  Sama sekali tidak salah. Bahkan
para pembicara terkenalpun  adakalanya masih dihinggapi  sindrom
tersebut. Banyak psikolog atau pakar komunikasi  yang mendukung pendapat
ini.
Phillip G. Zimbardo  mengatakan   rasa malu adalah sesuatu yang sangat
alamiah. Dan banyak faktor yang mempengaruhinya, seperti factor
fisiologis, psikologis, dan social. Bahkan tingkat rasa malu  umumnya
pada setiap orang sangat berbeda. Dilihat secara cultural, Zimbardo
mempunyai banyak catatan mengenai hal ini, misalnya ia menemukan bahwa
umumnya orang Jepang jauh lebih pemalu dibanding orang Israel misalnya.
Sigmund Freud , seorang  tokoh psikoanalisa juga sangat menganggap wajar
rasa takut pada diri manusia. Karna sejatinya sejak awal atau masa
kelahiran, kita semua ummat manusia ini  sudah dibekali  rasa takut dan
cemas, yang oleh para bayi diekspresikan   dengan menangis atau
berteriak.  Hanya saja semakin dewasa  manusia bisa lebih menguasai
dirinya, sehingga rasa takut  yang sebenarnya tidak pernah sirna itu
bisa dikendalikan sedemikian rupa.
Pendapat-pendapat  para pakar ini menunjukkan  bahwa rasa takut dan
cemas, termasuk takut dan cemas menghadapi  publik ketika  berbicara
adalah halyang wajar dan dialami hamper semua orang.  Dan sensasi rasa
takut, cemas atau  malu biasanya berlangsung  beberapa saat saja .
Satu hal,  ketrampilan berbicara di depan umum atau Public Speaking
bukan ketrampilan yang didapat secara instant. Yang diperlukan adalah
berlatih dan berlatih. Untuk seorang pemula yang berniat menekuni dunia
public speaking, kiat-kiat berlatih di bawah ini  penting diperhatikan:
·  Tumbuhkan kesenangan  untuk
berbicara.
·  Tumbuhkan dan tambahkan kesenangan membaca untuk  memperkaya       pengetahuan.
·  Berlatihlah membaca dengan suara keras.
·  Latih kemampuan berbicara dengan  mengembangkan topik-topik
kecil, dan rekamlah  suara anda untuk mengecek hasilnya.
·  Latihlah kecakapan berbicara anda dengan  menghadapi kelompok kecil terlebih dulu, untuk membiasakan  diri berhadapan dengankelompok pendengar yang jumlahnya lebih besar.
Setelah itu sisanya yang harus anda lakukan adalah KEBERANIAN UNTUK MENCOBA





KETERAMPILAN BERBAHASA

PENGERTIAN DAN MANFAAT KETERAMPILAN BERBAHASA
Dalam berkomunikasi kita menggunakan keterampilan berbahasa yang telah kita miliki,meskipun setiap orang memiliki tingkatan / kualitas yang berbeda. Orang yang memiliki keterampilan berbahasa secara optimal setiap tujuan komunikasinya dapat dengan mudah tercapai. Sedangkan bagi orang yang memiliki tingkatan keterampilan berbahasa yang sangat lemah,sehingga bukan tujauannya yang tercapai tetapi malah terjadi kesalah pahaman yang hanya akan membuat suasana mejadi panas.
KOMUNIKASI 1 ARAH
PENGIRIM PENERIMA
Pengirim aktif milih pesan -> disampaikan dalam bentuk lambang / sandi -> pesan yang tersampaikan berupa lambang (bunyi / tulisan).
Pesan diterima berupa lambang (bunyi / tulisan) -> lambang / sandi yang di terima mengalami proses penafsiran -> sehingga keluar makna pesan yang sama dengan makna pesan yag dikirim.
Kedua pihak harus memiliki keterampilan yang sama :
Pengirim : Harus pandai memilih lambang-lambang (bunyi / tulisan) guna penyampaian pesan sehingga mudah di terima.
Penerima :Harus terampil dalam menafsirkan lambang-lambang (bunyi / tulisan) sehingga di dapati makna yang paling pas / tepat.
Penyampaian pesan berupa bunyi-bunyi bahasa yang di ucapkan :
Proses Encoding :
- Pengirim mengubah pesan menjadi bentuk-bentuk bahasa berupa bunyi-bunyi yang diucapkan ( (bahasa lisan) untuk selanjutnya di sampaikan kepada penerima dan dikenal dengan istilah BERBICARA.
Proses Decoding :
- Proses pengubahan bentuk-bentuk bahasa berupa bunyi-bunyi lisan kembali menjadi pesan yang biasa kita kenal dengan istilah MENYIMAK.
Penyampaian pesan berupa tulisan :
Proses Encoding :
- Pengirim mengubah pesan menjadi bentuk-bentuk bahasa tulisan, kemudian di kirim kepada penerima yang biasa di kenal dengan MENULIS.
Proses Decoding :
-Proses penafsiran / memaknai bentuk-bentuk bahasa tertulis tsb. Sehingga pesan dapat di terima secara utuh yang biasa kenal dengan MEMBACA.
Tulisan ini dikirim pada pada 24 April 2008 2:05 pm dan di isikan dibawah Tak Berkategori. Anda dapat meneruskan melihat respon dari tulisan ini melalui RSS 2.0 feed. Anda dapat merespon, or trackback
ASPEK-ASPEK KETERAMPILAN BERBAHASA
4 Aspek Keterampilan Berbahasa :

Menyimak, Membaca, Berbicara, dan Menulis
Aspek Keterampilan Berbahasa bersifat Reseptif ( menerima ) :
a. Mendengarkan / Menyimak
b. Membaca

Aspek Keterampilan Berbahasa bersifat Produktif ( menghasilkan ) :
a. Berbicara
b. Menulis
#CATATAN :

- Untuk menguasai ke-4 jenis keterampilan berbahasa tsb. Seseorang harus menguasai sejumlah keterampilan mikro.
A. MENDENGARKAN :
- Keterampilan memahami bahasa lisan yang bersifat RESEPTIF.
- Jenis situasi dalam mendengarkan :
1. Situasi Mendengarkan secara Interaktif :
– Terjadi dalam percakapan tatap muka, di telepon / sejenisnya. Secara bergantian subjek ( 2 orang / lebih ) melakukan aktivitas mendengarkan dan berbicara. Sehingga kita memiliki kesempatan bertanya guna mendapatkan penjelasan, meminta lawan bicara mengulang apa yang telah diucapkannya / meminta lebih pelan dalam berbicara.

2. Situasi mendengarkan secara Non-Interaktif :
- Kita tidak dapat meminta penjelasan dari pembicara, tidak bisa meminta pembicara mengulangi apa yang diucapkan dan kita juga tidak dapat meminta pembicaraan di perlambat.
# Contoh : – Mendengarkan Radio – Mendengarkan acara-acara seremonial
- Nonton TV – Mendengarkan Kotbah
- Nonton Film

KETERAMPILAN MIKRO DALAM MEMAHAMI APA YANG DI DENGAR :
Mengingat unsur bahasa yang di dengar dengan ingatan jangka pendek (short-term memory)
Berupaya membedakan bunyi-bunyi yang membedakan arti dalam bahasa target.
Menyadari adanya bentuk-bentuk tekanan dan nada,warna suara dan intonasi ; menyadari adanya reduksi bentuk-bentuk kata.
Membedakan dan memahami arti kata-kata yang didengar.
Mengenal bentuk-bentuk kata khusus
Mengenal makna dari konteks
Mengenal kelas-kelas kata
Menyadari bentk-bentuk dasar sintaksis
Mengenal perangkat-perangkat kohesif
Mendeteksi unsur-unsur kalimat seperti ; subjek, predikat, objek, preposisi, dan unsur-unsur lainnya.
B. BERBICARA :
- Keterampilan berbahasa lisan / berbicara yang bersifat PRODUKTIF.
Jenis situasi dalam berbicara :
a. Situasi berbicara secara INTERAKTIF :
# misal : – Percakapan secara tatap muka dan berbicara lewat telepon yang memungkinkan adanya aktivitas pergantian antara berbicara dan mendengarkan.
- Kita dapat meminta klarifikasi, pengulangan / kita dapat meminta lawan bicara memperlambat tempo bicara.
b. Situasi berbicara secara Semi-Interaktif :
#misal : – Situasi berpidato dihadapan umum secara langsung.
#Ket. : – Audiens memang tidak dapat melakukan iterupsi terhadap pembicara,namun pembicara dapat melihat reaksi pendengar dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh mereka.
Situasi berbicara dapat dikatakan betul-betul bersifat Non-Interaktif :
#misal : – berpidato lewat radio / TV




Penerapan Teknik Cerita Berantai untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa


Kurikulum nasional untuk mata ajar Bahasa dan Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Hakikat belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Hakikat belajar sastra adalah memahami manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian, hakikat pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia ialah peningkatan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar secara lisan dan tulis.
Pembelajaran Bahasa Indonesia yang diberikan kepada para siswa meliputi empat aspek, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Di antara keempat aspek tersebut dalam makalah ini, penulis hanya memfokuskan pada aspek berbicara. Aspek berbicara ini dipilih karena sangat mendukung terjadinya proses berkomunikasi secara lisan. Dengan belajar berbicara siswa belajar berkomunikasi.
Menurut Nuraeni (2002), “Kemampuan berbicara tidak dinyatakan secara eksplisit dalam kurikulum sekolah menengah pertama, tetapi dinyatakan secara implisit pada tema.” Akibatnya kalau guru kurang benar-benar memberikan perhatian terhadap keterampilan berbicara itu, mungkin akan terabaikan pengajarannya. Kemungkinan guru akan lebih menekankan keterampilan berbahasa tertulis dan mengabaikan keterampilan berbahasa lisan.
Berbicara merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide atau gagasan dari pembicara kepada pendengar. Si pembicara berdudukan sebagai komunikator sedangkan pendengar sebagai komunikan. Informasi yang disampaikan secara lisan dapat diterima oleh pendengar apabila pembicara mampu menyampaikannya dengan baik dan benar. Dengan demikian, kemampuan berbicara merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kemahiran seseorang dalam penyampaian informasi secara lisan.
Agar pembicaraan itu mencapai tujuan, pembicara harus memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. Hal ini bermakna bahwa pembicara harus memahami betul bagaimana cara berbicara yang efektif sehingga orang lain (pendengar) dapat menangkap informasi yang disampaikan pembicara secara efektif pula.
Untuk dapat menjadi seorang pembicara efektif, tentu dituntut kemampuan menangkap informasi secara kritis dan efektif. Karena dengan memiliki keterampilan menangkap informasi secara efektif dan kritis, pembicara akan memiliki rasa tenggang rasa kepada lawan berbicara (pendengar), sehingga pendengar dapat pula menangkap informasi yang disampaikan pembicara secara efektif.
Berbicara mengenai kemampuan menangkap informasi berarti kita berbicara pula mengenai aktivitas menyimak. Tentu hal tersebut berkenaan dengan kegiatan menyimak tepat guna dan menyimak efektif. Oleh karena itu, para siswa perlu dilatih sejak dini mengenai upaya menyimak tepat guna dan efektif agar kemampuan berbicaranya menjadi efektif pula.
Menurut Nuraeni (2002), “Banyak orang beranggapan berbicara adalah suatu pekerjaan yang mudah dan tidak perlu dipelajari.” Untuk situasi yang tidak resmi barangkali anggapan ini ada benarnya, namun pada situasi resmi pernyataan tersebut tidak berlaku. Kenyataannya tidak semua siswa yang berani dan mau berbicara di depan kelas, sebab mereka umumnya kurang terampil sebagai akibat dari kurangnya latihan berbicara. Untuk itu, guru bahasa Indonesia merasa perlu melatih siswa untuk berbicara. Latihan pertama kali yang perlu dilakukan guru ialah menumbuhkan keberanian siswa untuk berbicara.
Berdasarkan pengalaman empris di lapangan diketahui bahwa kemampuan berbicara siswa dalam proses pembelajaran masih rendah. Hal ini diketahui pada saat siswa menyampaikan pesan/informasi yang bersumber dari media dengan bahasa yang runtut, baik, dan benar. Isi pembicaraan yang disampaikan oleh siswa tersebut kurang jelas. Siswa berbicara tersendat-sendat sehingga isi pembicaraan menjadi tidak jelas. Ada pula di antara siswa yang tidak mau berbicara di depan kelas. Selain itu, pada saat guru bertanya kepada seluruh siswa, umumnya siswa lama sekali untuk menjawab pertanyaan guru. Beberapa orang siswa ada yang  tidak mau menjawab pertanyaan guru karena takut jawabannya itu salah. Apalagi untuk berbicara di depan kelas, para siswa belum menunjukkan keberanian.
Dari latar belakang di atas perlu dicari alternatif lain sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Hal ini mengingat pentingnya pengajaran berbicara sebagai salah satu usaha meningkatkan kemampuan berbahasa lisan di tingkat sekolah menengah pertama, penulis menggunakan teknik pengajaran berbicara yaitu teknik cerita berantai. Dipilihnya teknik cerita berantai ini karena mampu mengajak siswa untuk berbicara. Dengan teknik ini, siswa termotivasi untuk berbicara di depan kelas. Siswa dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi. Di samping itu, diharapkan pula agar siswa mempunyai keberanian dalam berkomunikasi.
Menurut Tarigan (1990), “Penerapan teknik cerita berantai ini dimaksudkan untuk membangkitkan keberanian siswa dalam berbicara. Jika siswa telah menunjukkan keberanian, diharapkan kemampuan berbicaranya menjadi meningkat.”
Teknik cerita berantai bisa dimulai dari seorang siswa yang menerima informasi dari guru, kemudian siswa tadi membisikkan informasi itu kepada teman lain, dan teman yang telah menerima bisikan meneruskannya kepada teman yang lain lagi. Begitulah seterusnya. Pada akhir kegiatan akan dievaluasi, yaitu: siswa yang mana yang menerima informasi yang benar atau salah. Siswa yang salah menerima informasi tentu akan salah pula menyampaikan informasi kepada orang lain. Sebaliknya, bisa saja terjadi informasi yang diterima oleh siswa itu benar tetapi mereka keliru menyampaikannya kepada teman yang lain. Untuk itu, diperlukan pertimbangan yang cukup bijak dari guru untuk menilai keberhasilan teknik cerita berantai ini.
Menurut Nuraeni (2002), “Berbicara adalah proses penyampaian informasi dari pembicara kepada pendengar dengan tujuan terjadi perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan pendengar sebagai akibat dari informasi yang diterimanya.”
Tarigan (1990) berpendapat bahwa teknik cerita berantai adalah salah satu teknik dalam pengajaran berbicara yang menceritakan suatu cerita kepada siswa pertama, kemudian siswa pertama menceritakan kepada siswa kedua, dan seterusnya kemudian cerita tersebut diceritakan kembali lagi kepada siswa yang pertama.
Menurut Tarigan (1990), cerita berantai dapat diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
  1. Guru menyusun suatu cerita yang dituliskan dalam sehelai kertas.
  2. Cerita itu kemudian dibaca dan dihapalkan oleh siswa.
  3. Siswa pertama menceritakan cerita tersebut, tanpa melihat teks, kepada siswa kedua.
  4. Siswa kedua menceritakan cerita itu kepada siswa ketiga.
  5. Siswa ketiga menceritakan kembali cerita itu kepada siswa pertama.
  6. Sewaktu siswa ketiga bercerita suaranya direkam.
  7. Guru menuliskan isi rekaman siswa ketiga di papan tulis.
  8. Hasil rekaman diperbandingkan dengan teks asli cerita.
Untuk menerapkan teknik cerita berantai diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Guru menyiapkan sehelai kertas yang bertuliskan pesan (kurang lebih satu atau tiga kalimat) yang akan disampaikan kepada siswa.
  2. Pesan yang hendak disampaikan guru menyangkut kejadian-kejadian yang cukup menarik dan berarti bagi siswa. Misalnya: cara meningkatkan hasil belajar, penerapan disiplin diri, atau motivasi belajar.
  3. Siswa yang duduk di depan menerima pesan dari guru dan meneruskannya kepada siswa yang duduk di sebelahnya. Kegiatan ini dilakukan siswa di depan kelas sambil berdiri.
  4. Siswa yang telah menerima pesan meneruskannya kembali kepada siswa lain. Kegiatan ini dilakukan sampai pada tiga orang siswa saja.  Kemudian siswa ketiga menceritakan isi cerita kepada siswa pertama.
  5. Guru dan siswa membandingkan isi cerita siswa pertama dengan ketiga.
Pembahasan Hasil
Penggunaan teknik cerita berantai ternyata memberikan beberapa manfaat dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa,  antara lain:
  1. Pembelajaran berlangsung lebih efektif.
  2. Keaktifan siswa lebih meningkat.
  3. Terjadi interaksi yang positif antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru.
  4. Proses pembelajaran berjalan lebih terarah dan lebih menarik.
Di samping manfaat di atas, penerapan teknik cerita berantai menurut hasil temuan di lapangan memiliki beberapa kendala dan hambatan, seperti:
  1. Waktu yang tersedia masih kurang mencukupi.
  2. Memerlukan kecermatan dalam memberikan penilaian.
  3. Kalimat yang panjang lebih dari tiga kalimat masih sulit untuk disimak.
Pembentukan kelompok dalam menerapkan teknik cerita berantai dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk  berbicara  dan sekaligus menyimak bahan pembicaraan. Pada waktu siswa menyimak pesan, tampak siswa saling mengingatkan dengan sesama anggota kelompok.  Ini dilakukan agar siswa tidak keliru menyampaikan isi bahan simakan. Fenomena ini membuat siswa harus dapat menyimak dengan teliti, sebab siswa takut sekali akan membuat kesalahan dalam menyampaikan isi bahan simakan pada saat ia disuruh untuk berbicara.
Kegiatan yang dilakukan guru ini merupakan upaya guru untuk menarik perhatian, minat, dan motivasi siswa sehingga pada akhirnya dapat menciptakan keaktifan dan ketelitian siswa pada waktu akan menyampaikan isi bahan simakan di depan kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Nuraeni, Euis dan Agus Supriatna. 2002. Penataran Tertulis Tipe A untuk Guru-Guru SLTP Jurusan Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas.
Tarigan, Djago dan H.G. Tarigan. 1990. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Berdasarkan temuan dapat disimpulkan bahwa tehnik bercerita berdasarkan gambar sangat efektif untuk meningkatkan baik keterampilan berbicara murid maupun keaktifan murid didalam mengikuti pelajaran berbicara. Oleh karena itu, guru-guru bahasa inggris disarankan untuk menerapkan tehnik ini dalam pelajaran bahasa inggris mereka terutama dalam pelajaran berbicara. Disarankan kepada guru- guru bahasa lain untuk menerapkan tehnik bercerita berdasarkan gambar di aktifitas kelas mereka terutama dalam meningkatkan ketrampilan berbicara murid. Dinasehatkan juga kepada para siswa untuk menggunakan tehnik bercerita berdasarkan gambar sebagai strategi belajar untuk meningkatkan ketrampilan berbicara mereka yang dapat dilakukan sendiri di rumah atau di sekolah tanpa kehadiran guru. Untuk peneliti lain disarankan untuk mengadakan penelitian dengan menerapkan tehnik bercerita berdasarkan gambar di tingkat sekolah yang lebih tinggi dan dengan ketrampilan berbahasa yang lain seperti mendengarkan dan menulis. Disarankan kepada kepala sekolah untuk menyediakan fasilitas untuk meningkatkan kualitas mengajar guru bahasa inggris dengan cara membuat kebijakan atau bekerja sama dengan para ahli untuk mengadakan pelatihan tentang cara mengajar bagi guru bahasa Inggris. Di sarankan juga kepada Departemen Agama untuk membuat inovasi baru untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
: BerbicaraMata Kuliah     
Pokok Bahasan : Pengertian dan Ruang Lingkup Berbicara
Pertemuan Ke-1
Pembahasan